,
Jakarta
– Persidangan untuk membahas bukti dalam kasus diduga penyuapan serta penghalangan investigasi yang melibatkan sekretaris jenderal PDIP,
Hasto
Kristiyanto tetap berlanjut di Pengadilan Tipikor yang ada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sebanyak enam kali sidang untuk pemeriksaan saksi telah dilaksanakan dari hari Kamis tanggal 17 April sampai dengan Jumat, 9 Mei 2025. Hingga saat ini, setidaknya 11 orang saksi telah dicek keterangannya oleh pengadilan dalam perkara tersebut.
Sidang kasus Hasto yang pertama kali dilaksanakan adalah pada Jumat, 13 Maret kemarin. Hasto dituduh telah memberi suap kepada mantan Komisioner KPU.
Wahyu Setiawan
Untuk mengantarkan Harun Masiku menjadi calon anggota DPR yang diganti periode 2019-2024, Hasto dituduh berkolaborasi dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, serta Harun dalam memberikan suap kepada Wahyu melalui Agustiani Tio Fridelina—who was a member of Bawaslu at that time.
Perkara suap ini bermula ketika caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I Nazarudin Kiemas meninggal. Nazarudin memperoleh suara terbanyak di Dapil itu. Namun, karena dia meninggal, KPU memutuskan mengalihkan suara yang diperoleh Nazarudin kepada Riezky Aprilia, caleg PDIP dengan perolehan suara terbanyak kedua.
Namun, pleno partai PDIP ingin Harun menjadi pengganti Nazaruddin. Partai ini pernah memberikan panduan hukum ke Mahkamah Agung serta menulis surat kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) guna meminta pelantikan Harun. Akan tetapi, KPU teguh pada pendiriannya untuk melantik Riezky. Dugaan suap diserahkan kepada Wahyu Setiawan bertujuan merubah putusan dari KPU itu sendiri.
Pada pembacaaan tuntutan pada persidangan pertama tersebut, Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wawan Yunarwanto, menyebut jumlah suap mencapai 57.350 dolar Singapura, yang setara dengan sekitar Rp 600 juta. Tidak hanya memberi suapan, jaksa juga menuduh Hasto telah menghambat atau mencegah proses penyelidikan kasus korupsi yang melibatkan Harun sebagai terdakwa.
Tugas pengawasan penyelidikan ini dijalankan dengan menginstruksikan Harun supaya menaruh ponsel miliknya ke dalam air usai Wahyu diamankan oleh Komisi Pemberantas Korupsi pada bulan Januari tahun 2020. Instruksi tersebut disampaikan lewat petugas Rumah Aspirasi yang bernama Nur Hasan.
“Hasto pun menginstruksikan asistennya, Kusnadi, untuk menyimpan ponselnya agar terhindar dari upaya paksa yang mungkin dilakukan penyidik KPK,” ungkap Wawan saat membacakan surat tuduhan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada hari Jumat, 14 Maret.
Hasto Kristiyanto menghadapi ancaman hukuman sesuai dengan Pasal 21 serta Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 dari UU Tentang Penegakan Hukum Terkait Pelaksanaan Pencegahan dan Pemberantasan TindakPidana Korupsi conjunctive dengan Pasal 65 Ayat (1) KUHP besertaPasal 55 Ayat (1) Ke-1 combined dengan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Hasto pernah mendaftarkan permohonan praperadilan terkait kasusnya. Akan tetapi, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak usaha hukum itu. Karena penolakan atas praperadilan tersebut, perkara Hasto kemudian dilanjutkan di pengadilan tindak pidana korupsi. Di samping itu, Hasto juga telah mencoba mengajukan eksepsi, namun Pengadilan TindakPidana Korupsipada PengadilanNegeriJakartaPusatmenolakkannya.
“Setelah majelis bermusyawarah, maka berikutnya adalah pemeriksaan saksi diagendakan Kamis, 17 April 2025,” kata Hakim Ketua Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor, Jumat, 11 April.
Tempo
menghimpun deretan keterangan sejumlah saksi pada persidangan pemeriksaan saksi terkait kasus Hasto mulai tanggal 17 April sampai dengan 9 Mei 2025:
Persidangan Penyaksian Saksi, Kamis 17 April 2025
Pada persidangan awal pengambilan keterangan saksi yang terjadi pada hari Kamis, 17 April, jaksa melakukan hal tersebut.
KPK
menampilkan Ketua KPU masa jabatan 2017–2022 yaitu Arief Budiman, Wahyu Setiawan, dan Agustiani. Agustiani tidak hadir.
Kesaksian Wahyu Setiawan
Pada persidangan itu, Wahyu Setiawan menyebut dirinya ditahan oleh petugas KPK ketika berada di pesawat di Bandara Soekarno Hatta. Ia menceritakan bahwa baru sadar siapa orang yang menahannya sebagai pegawai dari Komisi Pemberantasan Korupsi setelah melalui proses pemeriksaan. “Saya dilarang meninggalkan pesawat,” ungkapnya.
Saat penangkapan berlangsung, Wahyu menceritakan bahwa dia tengah bersama staf KPU-nya yaitu Rahmat Setiawan Tonidaya, dan bukan Saeful Bahri atau Agustiani. Wahyu menambahkan pula bahwa di waktu tertangkap, ia tidak memiliki uang suap yang sebelumnya diperoleh daripada Hasto ataupun Agustiani.
Menurut arsip Tempo, KPK telah menjadikan Wahyu sebagai tersangka dalam skandal suap yang berkaitan dengan pengesahan anggota DPR. Dia dituduh menerima uang suap senilai Rp 400 juta. Pada saat itu, Wahyu serta Agustina diidentifikasi sebagai tersangka atas penerimaan suap. Sementara itu, Harun dan Saeful disebut-sebut sebagai tersangka penyedia suap.
Kesaksian Arief Budiman
Pada keterangannya sebagai saksi, Arief Budiman menyatakan bahwa ia tak paham dengan tuduhan jaksa berkaitan suap maupun penghalangan penyelidikan. Ini disampaikannya ketika diklarifikasi secara langsung oleh tim kuasa hukum Hasto, yaitu Patra M Zein selama sidang berlangsung. Awalnya, Patra menyinggung masalah potensi pelanggaran aturan yang dilakukan KPU pada proses penunjukkan wakil anggota DPR dari partai PDIP.
“Tidak ada. Tidak ada,” ujar Arif saat sidang, kemarin Kamis.
Patra pun mengajukan pertanyaan seputar tuduhan suap yang termasuk dalam berkas penyelidikan Jaksa. “Bagaimana dengan hal ini, apakah saksi menyadari adanya keterlibatan terdakwa dalam kasus suap tersebut?” bertanya Patra. “Saya tidak mengetahui,” jawab Arief.
Persidangan Pengecekan Saksi, Kamis 24 April 2025
Pengadilan Tipikor di Jakarta melanjutkan pemeriksaan saksi seminggu setelahnya pada hari Kamis, 24 April. Ronny Talappessy, yang merupakan kuasa hukum Hasto, menyebut bahwa salah satu dari para saksi dalam persidangan kliennya adalah Agustiani. Sementara itu, jaksa KPK memanggil mantan kader PDIP bernama Saeful Bahri serta pengacara PDIP, Donny Tri Istiqomah. Namun, Saeful Bahri tidak hadir dalam sesi tersebut.
Kesaksian Agustiani Tio Fridelina
Pada persidangan itu, Wahyu Setiawan diketahui telah melakukan lobi terhadap Arief Budiman untuk membuatnya mau berjumpa dengan Hasto. Informasi ini muncul ketika jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan pada saksi Agustiani tentang pembicaraan antaranya dan Wahyu, keduanya adalah mantan tahanan kasus suap pengganti hak angket.
Adakah diskusi dengan saksi tentang niat Sekjen untuk bertemu dengan Ketua KPU?” tanya jaksa. Agustiani menyetujui pertanyaan tersebut lalu menerangkan, “Karena Saeful—saya rasa ada catatan chat-nya juga—memintaku bicara pada Wahyu sehingga Pak Sekjen bisa mendapatkan fasilitas guna berjumpa dengan Ketua KPU.
Ketika diminta memberikan penjelasan lebih rinci tentang arti dari pertemuan tersebut, Agustiani menyatakan bahwa dia tidak membenarkan informasi tambahan. Saat ditanyakan apakah Hasto pada akhirnya berjumpa dengan ketua KPU, Agustiani merespons, “Saya sama sekali tidak mengetahui hal itu.”
Jaksa kemudian memutar rekaman percakapan telepon antara Agustiani dan Wahyu yang terjadi pada saat itu. Dalam percakapan tersebut, Agustiani menanyakan apakah Hasto perlu bertemu langsung dengan Ketua KPU. Wahyu menjawab, “Gimana ya Mba? Saya memang sudah lobi dia.”
Percakapan dilanjutkan oleh Agustiani yang mengatakan, “Kisahnya semakin tampak seolah-olah Sekjen terlibat di sini.” Wahyu kemudian menambahkan bahwa jika memang demikian, dia akan melanjutkannya kepada Arief; walaupun pada saat itu dirinya harus berkunjung ke Belitung lebih dulu.
“Jadi Ketua itu akan diatur supaya Sekretaris Jenderal saja yang bertemu?” tanya Agustiani, kemudian Wahyu pun setuju. Agustiani pun menyampaikan kesediaannya untuk berbicara terlebih dahulu dengan Arief, dia berkata, “Oh begitu ya, saya temui dulu, kita bicarakan hal-hal tersebut, nanti baru saya katakan bahwa Sekjen ingin bertemu.” Wahyu hanya menjawab dengan,” He’eeh he’e h”, sambil tersenyum ringan.
Terakhir, Agustiani menanyakan lagi, “Tetap tidak mau ya?” Jawaban Wahyu adalah, “Menurutku sih begitu, Mbak. Dia awalnya dari Partai Demokrat, lawan-lawannya itu. Jadi meskipun dia mencoba untuk tampak baik di depan kami, ini belum tentu membuatnya benar-benar bersih.”
Pada sidang tersebut, jaksa pun menayangkan rekaman pembicaraan telepon di antara Saeful Bahri dan Agustiani. “Apakah Anda pernah bersentuhan dengan komunikasi dari Saeful yang mengatakan dalam hal ini terlibat terdakwa Hasto?” bertanyanya.
Agustiani menanggapinya dengan mengatakan bahwa tak ada pernyataan yang spesifik tentang hal itu. “Bukan begitu katanya,” imbuhnya. Sang jaksa kemudian meminta penjelasannya lagi dan bertanya, “Apa?” Menjawab pertanyaan tersebut, Agustiani menerangkan bahwa Saeful sempat menyebut adanya proses pemantauan terkait permohonan pergantian anggota DPR. “Saya rasa ini disinggung lewat percakapan online,” tuturnya.
Selanjutnya, jaksa menayangkan rekaman percakapan telepon di antara Agustiani dengan Saeful yang terjadi pada tanggal 6 Januari 2020 jam 10:48 WIB. Di dalam obrolan tersebut, Saeful mengirimkan pesan dari Hasto untuk Wahyu. “Barusan Pak Hasto menelepon sekali lagi. Katain sama Wahyu bahwa ini jaminannya, instruksinya langsung dari Bu dan juga jaminannya sendiri. Maka pertanyakanlah bagaimana cara agar hal itu dapat direalisasikan,” ungkap Saeful lewat sambungan telphon tersebut.
Akan tetapi, dalam pembicaraan itu, Saeful tidak memberikan penjelasan lebih tentang arti “garansi” tersebut, termasuk identitas dari “ibu” yang disebutkan.
Selama perbincangan berlanjut, Saeful mengatakan pula bahwa dia merencanakan untuk bertemu dengan Donny sebelum sidang pleno KPU. “Kedua, nanti ada sidang pleno di KPU. Sebelum pelaksanaannya itu, kita akan jumpa terlebih dahulu Donny agar beliau bisa menjelaskan aspek hukumannya,” tutur Saeful kepada Agustiani. Orang yang disebut-sebut sebagai Donny adalah Donny Tri Istiqomah.
Kesaksian Donny Tri Istiqomah
Dalam keterangannya sebagai saksi, Donny menyebut bahwa dirinya telah berjumpa dengan Harun sebanyak dua kali. Ini muncul selama sesi interogasi antara Donny dan Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Pak Saksi, apakah Anda pernah bertemu dengan Harun Masiku?” tanya Penuntut Umum KPK di pengadilan TindakPidana Korupsipada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari Kamis tanggal 24 April 2025.
Donny pun mengakui hal tersebut. Kemudian, jaksa dari KPK menanyakan seberapa sering ia bertemu dengan Harun. “Sekali dua,” jawab Donny. Lebih lanjut, Donny menerangkan bahwa pertemuan pertama antara dirinya dan Harun berlangsung di kantor DPP PDIP. Dia menyebutkan ini setelah keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung menjadi publik.
Putusan Mahkamah Agung yang disebut tersebut adalah nomor 57P/HUM/2019 dengan tanggal 5 Agustus 2019. Dalam putusan ini, MA menegaskan bahwa partai politiklah yang menetapkan suara serta Pengisian Jabatan Anggota Dewan (PAW). Menurut Donny, pada kesempatan pertemuan pertama mereka, Harun memperkenalkan dirinya sendiri. Selain itu, dia menyatakan niatnya untuk menjadi pengganti dari calon anggota legislatif bernama Riezky Aprilia.
Setelah itu, Harun memberikan kepada saya sebesar Rp 100 juta sebagai tanda terimakasih,” ungkap Donny. “Sebab, saya telah mengajukan judicial review terhadap aturan KPU.
Jaksa dari KPK kembali bertanya, “Apakah Harun Masiku telah menyampaikan rasa terimakasihnya kepada saksi atas langkah-langkah yang dilakukan?” “Iya, maksudnya adalah uji materi tersebut, seperti biaya hukum,” balas Donny. Ia menceritakan bahwa pertemuan awalnya dengan Harun sebenarnya bukanlah sesuatu yang direncanakan.
Untuk jadwal pertemuan yang kedua, dia mengalami kekeliruan. Akan tetapi, perjumpaan tersebut berlangsung sebelum sidang pleno KPU tanggal 31 Agustus 2019. “Harun bertanya kepada saya ‘Bagaimana dengan ini? Keputusan Mahkamah Agung telah dirilis,’” ungkap Donny sambil menceritakan kembali insiden kurang lebih tujuh tahun lampau. Ia kemudian memintanya agar Harun bersabar sampai rapat pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Saya tidak dapat bertindak sampai rapat pleno DPP secara resmi mengambil keputusan,” jelas Donny. “Setelah putusan dibuat, barulah saya akan membuat surat untuk pak Harun, namun terlebih dahulu saya perlu melaporkannya kepada DPP.
Persidangan Penyampaian Testimoni, Jumat 25 April 2025
Tiga saksi dibawa oleh jaksa KPK dalam persidangan selanjutnya yang diselenggarakan pada hari Jumat, 25 April 2025. “Tim kami dari JPU akan mempersembahkan beberapa saksi termasuk Ilham Yulianto, Patrick Gerard, serta Rahmat Setiawan Tonidaya,” ujar Jaksa KPK Budhi Sarumpaet.
Kesaksian Ilham Yulianto
Ilham Yulianto merupakan supir pribadi Saeful Bahri. Di persidangan, dirinya menyatakan telah menerima instruksi untuk memberikan dana sebesar Rp 400 juta pada Agustiani. Instruksinya berasal langsung dari Saeful, sementara uang tersebut dipegangnya setelah didapatkan dari Donny. Selain itu, Ilham juga memperoleh pesanan dari Saeful guna menyerahkan jumlah lain yaitu Rp 200 juta ke tangan Agustiani.
Sebelum diserahkan kepada Agustiani, Ilham menukar sejumlah uang tersebut di sebuah penukaran valas menjadi dolar Singapura. Kemudian, ia menyatakan telah membawa uang itu ke Plaza Indonesia. Pada saat sampai di mesjid yang terletak di lantai dasar bangunan, dirinya menerima panggilan telepon dari Saeful.
“Instruksinya dari Pak Saeful adalah memasukkan uang ke dalam amplop, tetapi jumlah pastanya saya tidak ingat, entah itu 11 lembar atau 22 lembar,” ungkap Ilham.
Dia mengatakan bahwa dana tersebut dimasukkan ke dalam amplop dengan nilai pecahan Sing$ 1.000, sebelum diantar ke lantai lima guna diserahkan kepada Agustiani sesuai instruksi dari Saeful.
Kesaksian Rahmat Setiawan Tonidaya
Rahmat Setiawan Tonidaya merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil yang bertugas sebagai Sekretaris kepada Ketua KPU Wahyu Setiawan. Menurut keterangannya saat bersaksi, Rahmat menceritakan bahwa dia sempat melihat Hasto berjumpa dengan Wahyu. Ia menjelaskan bahwa pertemuan tersebut terjadi di tahun 2019.
“Saat itu adalah jeda untuk pengecekan kembali dalam sidang pleno terbuka. Oleh karena itu, beliau (Hasto) beserta para saksi dari partai politik lainnya menuju ke ruangan pak (Wahyu),” ujar Rahmat.
Meskipun begitu, dia menyatakan dirinya tidak ingat pertemuan tersebut terjadi di bulan mana. Namun, yang jelas, kejadian itu tercatat selama masa pembukaan rekapitulasi dalam pemilu legislatif (pileg). Saat rapat, Rahmat menceritakan bahwa Hasto beserta sejumlah saksi dari parpol tampak sedang bercengkerama dan merokok di kamar Wahyu.
Ia menyatakan dapat memperhatikan pertemuan itu dengan lebih jelas sebab posisi kantornya ada di hadapan ruangan Wahyu. Meskipun demikian, dia tak tahu topik pembicaraan mereka karena tidak ikut ambil bagian dalam percakapan tersebut.
“Tetapi menurut ingatan saya, Bapak Hasto hadir bersama para saksi dari beberapa partai politik, termasuk juga ada saksi dari PDIP. Namun, saya tidak bisa mengingat pasti ada berapa partai yang terlibat saat itu, namun sesuai pengetahuan kita, Bapak Hasto bukanlah saksi untuk calon anggota legislatif atau pemilu,” jelasnya.
Patrick Gerard Masoko
Dalam kesaksian yang diajukan di pengadilan, Patrick menyebut bahwa Saeful Bahri pernah menanyakan kepada dirinya untuk bertemu dengan Harun pada tanggal 23 Desember 2019, yaitu sebelum adanya tuduhan terkait suap menjadi sorotan publik. Menurutnya, ia ditugaskan oleh Saeful agar dapat mengumpulkan sebuah kotak besar berisikan uang senilai Rp 850 juta dan selanjutnya membelah jumlah tersebut bagi beberapa pihak lainnya.
“Pada saat saya tiba pada pukul pagi hari tanggal 23 Desember 2019, saudara Saeful meneleponku memintakan bantuan. Dia mengajukan permohonan kepada saya dan juga mendesak agar pergi ke wilayah Menteng menuju kediaman Aspirasi di jalan Sutan Syahrir dengan tujuan bertemu Harun menurutnya. Kata-katanya adalah dia berencana untuk mengambil sejumlah uang,” ungkapnya.
Patrick menyampaikan bahwa Harun tak sedang berada di rumah aspirasi ketika ia datang. Mereka dimintai oleh Saeful untuk mendapatkan koper yang berisikan uang tersebut dan menyerahkannya kepada staf Hasto bernama Kusnadi. “Berdasarkan laporan dari Pak Saeful, koper itu diserahkan pada Pak Kusnadi; itulah sebabnya saya memperoleh koper tersebut dari beliau,” jelas Geri.
Persidangan Penyampaian Kesaksian, Rabu 7 Mei 2025
Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua orang saksi untuk diperiksa pada hari Rabu, tanggal 7 Mei. Dari kedua saksi yang dipanggil itu terdapat Riezky Aprilia, seorang mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan juga Saeful Bahri. Sayangnya, Saeful kembali tidak hadir dalam pemanggulan kali ini.
Kesaksian Riezky Aprilia
Dalam keterangannya, Riezky Aprilia menyatakan telah berselisih paham dengan Hasto ketika dimintanya ia mundur sebagai calon legislatif tahun 2019 agar jalannya Harun menjadi lebih mulus. Riezky, seorang wakil rakyat masa bakti 2019-2024 dari fraksi PDIP, menuturkan pertengkaran antara dirinya dan Hasto pada tanggal 27 September 2019 terjadi lantaran mereka berdua tengah dalam keadaan marah.
“Saya bertanya-tanya tentang dasar penjelasannya, mengapa saya diminta untuk mundur di waktu itu, padahal saya juga seorang kadernya partai ini dan telah bekerja untuk PDI Perjuangan,” ujar Riezky sambil menangis selama sesi pemeriksaan saksi tersebut.
Ketika itu, menurut Riezky, Hasto hanya menerangkan bahwa keputusan tersebut adalah instruksi dari partainya. Akan tetapi, Riezky bersikeras untuk tidak mundur. Dia memberitahu Hasto bahwa ia akan turun tangga jika secara langsung dipesankan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sebagaimana diingat oleh Riezky, Hasto merespons dengan berkata dirinyalah Sekjen PDIP sambil memukulkan tangan pada meja. Hal ini kemudian membuat emosi Riezky meningkat.
“Di tempat itu perasaan saya menjadi sangat emosional. Saya bangkit dan mengatakan pada Bapak Hasto, ‘Saya paham Anda adalah Sekretaris Jenderal partai ini, namun Anda tidaklah dewa.’ Begitulah kata-kata yang sempat saya lontarkan,” jelasnya.
Menjawab pernyataan Riezky, Hasto menyampaikan pertanyaannya tentang apakah Riezky sedang berlawanan dengan Sekretaris Jenderal PDIP. Riezky merespon bahwa ia sebenarnya menentang Hasto, namun bukan berarti menentang partainya sendiri. Usai diskusi tersebut, Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun, cepat menghentikan perselisihan mereka. “Saya kemudian meninggalkan tempat tersebut dan langsung pulang,” tutur Riezky.
Persidangan Pengecekan Saksi, Kamis 8 Mei 2025
Pemeriksaan saksi diadakan kembali pada hari Kamis, tanggal 8 Mei. Penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil dua orang saksi: yaitu asisten pribadi Hasto yang bernama Kusnadi, serta petugas keamanan dari Kantor DPP PDIP dengan nama Nur Hasan.
“Izinkan mendatangkan saksi-saksi tersebut. Saksi yang mewakili Kusnadi serta saksi yang mewakili Nurhasan diminta untuk memasuki ruang persidangan,” katajaksa KPK saat berlangsungnya sidang di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari Kamis tanggal 8 Mei 2025.
Kesaksian Kusnadi
Kusnadi, yang telah bergabung sebagai anggota staf kesekretariatan DPP PDIP sejak tahun 2017, menjadi saksi pembuka dalam persidangan ini. Jaksa bertanya tentang insiden penyerahan tas pinggang dan peti kecil oleh Harun dengan tujuan akan diteruskannya kepada Donny. Menurut pengakuan Kusnadi, dia secara pribadi memandangi serta menerima benda-benda tersebut saat bertemu langsung dengan Harun.
Saudara pasti itu Harun?” tanya jaksa, lalu Kusnadi mengangguk dan menjawab dengan keyakinan. “Ya, saya yakin, Pak.
Dalam kesempatan tersebut, Kusnadi juga menyebut bahwa dirinya menjadi korban penipuan oleh tim penyidik KPK ketika HP milik Hasto yang dibawanya saat mendampingi atassnya diperiksa di institusi tersebut pada tanggal 10 Juni 2024 silam. “Saya merasa tertipu,” ungkap Kusnadi. Saat dimintai klarifikasi tentang pelaku penipuan ini, dia menjelaskan bahwasanya orang dari tim penyidik KPK bernama Rossa Purba Bekti lah yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Dia memastikan dengan nama ‘Rossa’.
Dia menyebutkan, sementara menanti Hasto dieksaminasi dan dia merokok di sekitar bangunan KPK, dua individu mendekatinya. Mereka berdua berkata bahwa Hasto memintanya untuk menuju ke lantai atas. Kusnadi sadar dirinyalah penipuan setelah bertemu dengan atasan-nyalah yang membantunya di tingkat atas tersebut menolak pernah meneleponnya.
Dia menjelaskan ada pertengkaran di area luar karena Hasto tidak senang dengan adanya stafnya yang berada di tingkat kedua. Menurut Kusnadi, Hasto memberi tenggat waktu selama lima menit pada para penyidik sebelum memulangkan Kusnadi ke bagian bawah gedung. Akan tetapi, alih-alih diperbolehkan kembali ke bawah, dia malah dikawal menuju ruang pemeriksaan di samping ruang inspeksi milik Hasto dan dilakukan pencarian diri.
Dia menyatakan bahwa penggeledahan dilaksanakan oleh para penyidik tanpa sebelumnya memberikan klarifikasi tentang statusnya, yaitu apakah dia ditetapkan sebagai saksi atau tersangka. Dia menceritakan telah melalui proses pemeriksaan selama kira-kira tiga jam di ruangan tertentu. Selain itu, dia juga diberi sebuah surat berita acara untuk ditandatangi. “Mereka bilang agar cepat, jadi mereka memintaku menandatangani,” tutur Kusnadi.
Kesaksian Nur Hasan
Dalam keterangannya sebagai saksi, Nur Hasan membongkar efek psikologis dari penyelidikan Komisi Pemberantas Korupsi dalam kasus tersebut. Dia menjelaskan kepada para hakim tentang bayangan ‘anak koruptor’ yang mengganggu keluarga mereka. Anak laki-lakinya yang baru duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama menolak untuk belajar Al-Quran, sedangkan istrinya dilanda perasaan malu disebabkan oleh pembicaraan tidak menyenangkan tetangganya, sebab kediaman mereka dikunjungi oleh pihak KPK.
Nur Hasan bertanya mengapa anaknya tidak pergi belajar. Istrinya masih menangis. Anak itu menjawab, ‘Tidak ingin, Pak. Aku merasa malu karena Ayah diduga melakukan korupsi.’ Saya pun menjadi ingin menangis. Saya jelaskan kepada anak saya seperti ini: ‘Mengapa kau malu? Ayahmu tidak terlibat dalam kasus korupsi,’ katanya.
Nur Hasan menjelaskan bahwa rumahnya berukuran 3 kali 3 meter dan dikunjungi oleh petugas KPK dalam pencarian Harun. Kedatangan tim KPK ini menyebabkan warga setempat menduga bahwa Nur Hasan adalah orang yang disalahkan atau terkait dengan Hasto, yang terlibat dalam skandal korupsi bersama Harun. “Jika ayah saya melakukan suap uang, kami tidak akan hidup di tempat seperti ini. Rumah kami sangat kecil, bahkan saat hujan datang ada air masuk dan tentunya ayah membayar semua tagihan,” ungkapnya.
Persidangan Penyampaian Testimoni, Jumat 9 Maret 2025
Pada sidang yang berlangsung pada hari Jumat, tanggal 9 Maret, jaksa memanggil dua investigator dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Investigator itu adalah Rossa Purbo Bekti dan Rizka Anungnata. Namun, Rizka tidak hadir dalam sidang tersebut.
Kesaksian Rossa Purbo Bekti
Rossa menegaskan bahwa mereka telah menyita telepon genggam milik staff pribadi Hasto yang bernama Kusnadi karena memuat informasi vital terkait dengan Harun Masiku. Ia menjelaskan bahwa aktivitas penanganan kasus Harun Masiku diatur langsung oleh Hasto.
“Oleh karena itu, di waktu tersebut, aktivitas penanganan Harun Masiku dilakukan melalui berbagai perangkat komunikasi yang dikelola oleh terdakwa (Hasto),” jelas Rossa.
Pada saat bersamaan, ia menyatakan bahwa penahanan perangkat komunikasi milik Kusnadi sudah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh KPK. Hal tersebut dikemukakan usai Jaksa Penuntut Umum KPK menegaskan bahwa penggeledahan telepon genggam atas nama Kusnadi sama sekali tak memiliki elemen ancaman, tekanan, apalagi pemaksaan.
“Benar, jadi kita telah menjalani proses ini tidak hanya pada hari ini saja, tapi sudah bertahun-tahun lamanya. Kami sangat memahami dampaknya dan selalu beroperasi mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP),” ujarnya.
M. Raihan Muzzaki, Kukuh S. Wibowo, Amelia Rahima Sari, Hanin Marwah, Mutia Yuantisya
dan
Raden Putri Alpadillah Ginanjar
bersumbang dalam penyusunan artikel ini.