Hidup Secara Mandiri Benar-Benar Menghasilkan Kebahagiaan

A sampai Z Dilakukan Sendiri

Menjalan hidup yang bugar tak melulu berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi makanan, namun juga tentang merawat emosi supaya selalu tenang, dipenuhi rasa bersyukur, serta terhindar dari keresahan pikiran.

Banyak orang mengajukan pertanyaan kepada kita, bagaimana bisa pada usia 82 tahun, saya dan sang istri tetap produktif dalam menulis serta menyebarkan inspirasi?

Jawabannya sederhana, namun memerlukan ketekunan: hidup penuh syukur, menjaga suasana hati, dan terus bergerak baik tubuh maupun pikiran.

Menulis merupakan Terapi untuk Roh dan Media bagi Pengalaman Berbagi

Menulis lebih dari sekedar minat untuk kami; itu juga menjadi penyembuhan batin. Lewat penulisan, kami mengasah kemampuan mengingat, menjaga memori, serta mendistribusikan ilmu hidup yang telah kami kumpulkan selama perjalanan waktu ini.

“Kata-kata yang ditulis dari hati akan menemukan jalannya ke hati yang lain.”

Tiap karya yang kami buat ditujukan menjadi bijian kebaikan, semoga dapat berkembang dalam hati para pembaca.

Sehat Fisik, Damai Batin

Memastikan asupan makanan yang bergizi dengan konsumsi lebih banyak buah dan sayuran serta mengurangi makanan tinggi lemak adalah hal yang kita lakukan. Tetapi, kita pun menyadari pentingnya memiliki pikiran yang damai agar kesehatan tetap terjaga.

Kesejahteraan tubuh tidak sekadar tergantung pada asupan makanan, namun juga dipengaruhi oleh pemikiran, perasaan, serta ucapan kita.

Kita mencoba untuk memelihara ketenangan dalam diri kita sendiri, supaya terhindar dari perasaan cemburu, balas dendam, ataupun benci. Justru, kita isi dengan kesadaran akan kebutuhan orang lain serta tekad untuk mendukung mereka, betapa pun sedikit itu.

Usia tak dapat kita kendalikan, namun isi hati kita masih bisa diatur.

Mandiri Itu Membahagiakan

Kami bersyukur masih mampu hidup mandiri. Kami tetap mencuci, memasak, berjalan kaki, dan tentu saja, menulis. Hidup kami sederhana, tapi penuh makna.

“Kesederhanaan adalah kemewahan jiwa yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang damai.”

Pada umur seperti ini, kita tak mau jadi beban. Malah, kita berharap masih dapat memberikan sesuatu, walaupun hanya dalam skala kecil sekali pun.

Isi harinya dengan aktivitas yang bernilai: menuangkan pikiran melalui tulisan, menghabiskan waktu bersama buku, berkebun, dan sapa kenalan di sekitar rumah.

Perhatikan asupan makananmu, perhatian juga pada emosimu: kedua hal tersebut memiliki tingkat kepentingan yang sama.

Terima apa adanya setiap harinya.

Jangan takut untuk mempelajari sesuatu yang baru.

Teruslah bersosialisasi dengan orang lain.

Kebahagiaan sesungguhnya tidak tergantung pada panjang umur kita, tetapi pada kedalamannya.

Saat ini, kita tidak memahami seberapa lama lagi rezeki yang diberikan Tuhan kepada kita. Akan tetapi, selagi pikiran kita masih dapat berfungsi dengan baik, kata-kata kita tenang, serta tulisan kita penuh kasih sayang, kita akan senantiasa melanjarkan pembagian ilmu tersebut.

Sejak masih mampu berfikir dengan tenang serta mengucapkan kata-kata yang halus, artinya terdapat kesempatan untuk tetap menciptakan karya.

Semoga cerita ini mengingatkan kita semua bahwa tidak ada batasan umur dalam berkreasi. Malahan, di hari tua merupakan waktu yang tepat untuk menyebarkan nilai-nilai bermakna.

Salam sayang dan doa dari kami berdua

Tjiptadinata Effendi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *