Pemkab Karanganyar Tolak Isu Gajih Seribu Rupiah: Kebohongan Terbongkar


KARANGANYAR, smibu news–

Dinas Perdagangan, Perindustrian, dan Tenaga Kerja (Disdagperinaker) Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, menyangkal klaim Menteri Ketenagakerjaan Yassierli tentang pekerja pabrik garmennya yang katanya hanya mendapat upah sebesar Rp 1.000 setiap bulannya.

Plt Kepala Disdagperinaker Karanganyar, Titis Sri Jawoto, menyebutkan bahwa jumlahRp 1.000 itu bukan merupakan upah, tetapi hanyalah transaksi simbolik untuk mencegah rekening karyawan menjadi tidak aktif.

“Hingga saat ini belum ditemukan. Mungkin karena kementerian yang tahu. Namun, realitanya tidak demikian adanya. Cukuplah dikatakan bahwa hal tersebut telah dimasak dan menjadi biasa saja,” jelas Titis ketika diwawancara pada Sabtu (10/5/2025).

Dia menyebutkan bahwa uang sebesar Rp 1.000 yang dimasukkan ke dalam rekening karyawan adalah akibat dari suatu kesepakatan diantara pihak perusahaan dan bank demi mempertahankan status buku tabungan sebagai aktif, walaupun tak ada upah dikirim karena tidak adanya pekerjaan.

“Ini bukan tentang upah. Semua orang mengerti hal itu, tapi jika tak dibayar, buku tabungan akan kosong. Sebab tidak ada transaksi. Oleh sebab itu, perusahaan memutuskan untuk berkoordinasi dengan bank karena setuju bahwa meskipun tanpa gaji, rekening harus dipertahankan aktif,” terangnya.

Menurut Titis, persetujuan antara perusahaan dan pekerja dirancang untuk mengatasi penurunan sektor tekstil yang mempengaruhi jalannya produksi di pabrik.

Satu metodenya adalah melalui shift kerja berputar.

“Tidak ada gaji Rp 1.000 bahkan Rp 0. Iya, itu kondisi perusahaan kemudian sepakat untuk di-shift, masuk bergiliran. Masuk bergiliran ini bagi yang di rumah,
no work no pay
, tanpa kerja, tanpa penghasilan, tanpa bayaran. Mereka telah setuju begitu. Bukan sebesar Rp 1.000, malah upahnya adalah nol rupiah,” ungkap Titis.

Sekitar informasi yang beredar, Bakdi (50), pekerja pada suatu pabrik tekstil di wilayah Gempol, Jati, Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah, terpaksa merasakan nasib yang menyedihkan karena sudah diputus hubungan kerjanya mulai bulan Februari tahun 2025.

Walaupun sudah mulai bekerja di departemen weaving sejak tahun 1995, saat ini dia hanya mendapatkan gaji sekitar Rp 1.000 setiap bulannya.

Dalam perbincangan bersama Ketua Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Gas Bumi dan Umum (SPKET), Danang Sugiyatno, pada Jumat (3/5/2025), Bakdi menceritakan bahwa ia tidak menerima surat pemutusan hubungan kerja (PHK) resmi.

Statusnya tetap sebagai karyawan, namun tidak lagi dipekerjakan.

“Lebih dari 28 tahun telah berlalu sejak 1995 sampai saat ini. Upah hanya mencapai Rp 1.000 mulai tahun ini saja. Dalam satu bulan, upah yang didapat hanyalah Rp 1.000. Penyebab pembayaran tersebut dikarenakan mereka dipulangkan dan tidak ditugaskan ke perusahaan, tetapi bukan pula pemutusan hubungan kerja, lebih tepat disebut tertunda,” jelas Bakdi.

Dia mengatakan bahwa aturan upah senilai Rp 1.000 per bulan tersebut hanya mulai diberlakukan pada tahun lalu, bersama dengan dalih penghematan yang datang dari pihak perusahaan.

Menteri Tenaga Kerja Yassierli menyebut bahwa kasus pekerja pabrik garmen di Karanganyar yang menerima upah sebesar Rp 1.000 tiap bulan telah menjadi fokus pengawasan dirinya.

Yassierli tidak banyak berkomentar tentang masalah itu. Akan tetapi, dia mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah melakukan pemantauan dan prosedur verifikasi masih dalam proses.

“Kami sedang memantau hal tersebut dan insiden itu telah menjadi tanggung jawab departemen yang bersangkutan,” katanya ketika ditemui di Plaza BPJamsostek, Jakarta, pada hari Kamis, 8 Mei 2025.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *