Polisi Tangkap Mahasiswi ITB Terkait Meme Prabowo-Jokowi; PKS, Ahli Hukum, dan LSM Respon


smibu news, JAKARTA –

Sekarang ini media sosial dipenuhi dengan meme yang menampilkan Presiden Prabowo Subianto dan Joko Widodo alias Jokowi sedang mencium.

Meme yang tidak sopan tersebut diciptakan oleh seorang mahasiswi ITB berinisial SSS.

Oleh karena beraniannya, sekarang SSS telah diringkus oleh Bareskrim Polri dengan tuduhan merusak citra presiden.

Sehubungan dengan masalah ini, ahli hukum konstitusi Feri Amsari menyampaikan bahwa kepolisian tidak dapat meneruskan proses pengelolaan perkara mahasiswi ITB itu.

Feri menyebutkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 105/PUU-XXII/2024 sudah memastikan bahwa pencemaran nama baik yang dialami oleh pihak hukum pelaksana negara dan korporasi tidak dapat diusulkan.

“Proses tidak bisa dilanjutkan oleh polisi karena adanya Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024,” jelas Feri ketika dihubungi Tribunnews.com pada hari Sabtu, tanggal 10 Mei 2025.

Menurut dia, Prabowo tak dapat mengajukan laporan atas tuduhan pencemaran nama baik kepadanya, bahkan ketika ia melakukan pelaporan sebagai seorang warganegara bukan dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Menurut Feri, menurut ingatan beliau, Presiden Prabowo berencana untuk memberikan pengampunan kepada individu-individu yang sebelumnya telah dikenakan laporan terkait dengan tuduhan makar serta pencemaran nama baik presiden.

“Bila Presiden Prabowo mengajukan laporan, hal itu dianggap tak sesuai dengan Putusan MK dan bertentangan dengan niat untuk memberikan pengampunan kepada para pelaku tindak pidana tersebut,” tambahnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak berlaku bagi sejumlah pihak.

Itu didasarkan pada Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Penggugat atas nama Daniel FM Tangkilisan.

Ketua MK Suhartoyo menyatakan Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan Pemohon.

Mahkamah menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .

Dan juga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan”.

Di samping itu, Mahkamah juga mengumumkan bahwa kalimat “sesuatu yang” di dalam Pasal 27A serta Pasal 45 ayat (4) dari UU No. 1 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (Lembaran Negara RI Tahun 2024 Nomor 1).

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6905) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat selama diinterpretasikan bukan sebagai tindakan yang menurunkan martabat atau mencemarkan nama baik individu tertentu.

Terlebih dahulu, seorang mahasiswi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) diamankan setelah membuat meme yang memperlihatkan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sedang berciuman.

Kepala Bidang Informasi dan Hubungan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, mengonfirmasi penahanan mahasiswi yang memiliki inisial SSS itu.

“Membenarkan bahwa seorang perempuan berinisial SSS telah ditangkap dan diproses,” kata Trunoyudo, Kamis (8/5/2025) malam.

Pada Jumat (9/5/2025), Trunoyudo mengungkapkan SSS telah ditetapkan sebagai tersangka.

Hingga saat ini, pihak kepolisian masih melakukan pemeriksaan terhadap SSS.

SSS diduga melanggar Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan bahwa penangkapan ini merupakan kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi.

“Polri harus segera membebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK,” ujar Usman dalam keterangannya.

Ia menambahkan bahwa tindakan polisi mencerminkan sikap otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital.

Usman lantas menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi, baik dalam hukum HAM internasional maupun nasional, termasuk UUD 1945.

“Meski demikian, kebebasan ini bisa dibatasi demi perlindungan terhadap nama baik pihak lain, namun pedoman Hak Asasi Manusia global menyarankan supaya langkah seperti itu sebaiknya bukan lewat hukuman,” jelas Usman.

Anggota Komisi III DPR RI, Nasir Djamil, juga telah memberikan tanggapan terhadap penangkapan mahasiswi ITB tersebut.

Menurut Nasir Djamil, sebaiknya jangan menampilkan meme itu di platform digital semacam media sosial karena tak layak.

“Karena itu kan laki sama laki, apalagi posisinya sebagai kepala negara, mantan kepala negara, terlepas dari semua sisi kontroversi masing-masing mereka begitu ya,” kata Nasir Djamil kepada Tribunnews.com, Sabtu (10/5/2025).

Namun, Nasir menilai mahasiswi ITB itu lebih baik dibina ketimbang ditahan.

“Enggak perlu ditahan juga, seperti itu cukup dibina, diingatkan, jangan sampai kemudian dikriminalkan,” kata dia.

Menurut Nasir, penggunaan kecerdasan buatan atau AI harus tetap dalam koridor keadaban.

Dia memahami bahwa nalar kritis mahasiswa juga tinggi, tetapi kritik harus disampaikan dalam bentuk yang tidak mengedepankan personal.

“Kebebasan berekspresi itu kan perlu dipertanggungjawabkan. Jadi kebebasan itu bukan kebebasan yang kebablasan juga. Jadi ekspresi itu kan harus dengan nilai-nilai agama, kita kan punya ketuhanan yang maha esa, punya kemanusiaan yang adil dan beradab,” katanya.

“Jadi bagaimana kreativitas itu tidak mengundang polemik macam-macam begitu. Tapi yang paling penting kan harus ada etika kebebasan itu, ada adabnya, ada etika,” ucapnya.


Reaksi ITB

Setelah penangkapan, ITB merilis pernyataan sikap yang menyatakan dukungan untuk mahasiswi tersebut.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat ITB, Nurlaela Arief, mengatakan bahwa pihak kampus siap memberikan pendampingan hukum.

“Kami juga telah berkoordinasi dengan Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), serta pihak kampus tetap memberikan pendampingan bagi mahasiswi,” katanya dari rilis tertulisnya

Orang tua SSS juga telah menyampaikan permintaan maaf atas tindakan anaknya.

“Pihak orang tua dari mahasiswi sudah datang ke ITB hari ini dan menyatakan permintaan maaf,” ujar Nurlaela.

Temukan berita terbaru lainnya di Smibus News.
Google News

Ikuti kanal smibu news di WhatsApp:
https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *