SABACIFREBON – BANJARMASIN –
Kecintaan
terhadap
warisan
budaya
daerah
membawa
Nabila
Ahya
Syaffitri,
mahasiswi
Politeknik
Negeri
Banjarmasin (
Poliban),
menjadi
sosok
pelopor
dalam
pelestarian
kesenian
tradisional
Banjar
yang
nyaris
punah:
Bapandung
.
Melalui
dedikasi
dan
kreativitasnya,
Nabila
berhasil
meraih
juara 3
dalam
ajang
Pemuda
Pelopor
Kota
Banjarmasin 2025
di
bidang
kesenian.
”
Nabila
berhasil
memperkenalkan
kembali
kesenian
Bapandung
Banjar
melalui
aksi
nyata
dan
keberaniannya
tampil
di
publik,”
ujar
Nailiya
Nikmah,
Ketua
Jurusan
Akuntansi
Poliban,
Jumat (9/5).
Bapandung
adalah
seni
teater
bertutur
khas
Banjar
yang
kini
menghadapi
ancaman
kepunahan
akibat
minimnya
regenerasi.
Nabila,
dengan
tekad
kuat,
memutuskan
untuk
tidak
membiarkan
seni
ini
lenyap
begitu
saja.
Ia
mengaku
tergerak
oleh
kegelisahan
melihat
generasi
muda
semakin
jauh
dari
identitas
budaya
mereka
sendiri.
”
Bapandung
itu
identitas
orang
Banjar.
Tapi
sangat
disayangkan,
kesenian
ini
mulai
pudar
di
kalangan
masyarakat,
terutama
anak
muda,”
ungkap
Nabila.
Dalam
upaya
pelestariannya,
ia
mengangkat
Bapandung
sebagai
topik
Program
Kreativitas
Mahasiswa (
PKM) 2023,
yang
berhasil
lolos
hingga
pendanaan
nasional.
Langkahnya
tersebut
dimulai
dari
diskusi
kecil
dengan
dosen
dan
seniman,
termasuk
mengenang
peran
besar
almarhum
Abdussukur
MH,
maestro
Bapandung
yang
wafat
tanpa
banyak
penerus.
Kini,
perjuangan
Nabila
tidak
hanya
diapresiasi
lewat
penghargaan,
tetapi
juga
menginspirasi
generasi
muda
untuk
kembali
menoleh
pada
akar
budaya
mereka.
Keberaniannya tidak berakhir di sana. Dia kemudian mendaftar menjadi peserta program Pemuda Pelopor Kota Banjarmasin tahun 2025.
Menurutnya, proses tersebut tak bisa dikatakan mudah karena melibatkan sejumlah tahap penyeleksian yang dimulai dengan sosialisasi, mendaftar secara daring atau online, mengumpulkan dan menapis dokumen, melakukan investigasi fakta, rapat teknis, serta menyampaikan presentasi di depan panitia juri pada babak semifinal dan final utama.
“Pada babak semi-final, saya dipesankan untuk memperagakan secara langsung seni Bapandung di depan panggung. Ini menjadi momen krusial bagi saya untuk membujuk juri mengenai keabsahan serta pengaruh dari hal yang sedang saya kerjakan,” ungkap Nabila
Keconsistenannyalah yang menghidupkan kembali seni tradisi bercerita ini, bersama dengan komitmennya dalam menciptakan lingkungan penghijauan bagi warisan tersebut, menjadikan dirinya pantas untuk diberi gelar pionir.
Bukan saja berkat capaiannya, melainkan juga lantaran tindakan konkret yang dilakukan untuk memajukan dialog lebih jauh, meningkatkan kemampuan Bapandung, dan mendistribusikan buku elektronik pendidikan sebagai materi introduksi bagi publik.
“Anda tidak perlu menunggu hingga lulus atau menjadi ‘pribadi penting’ untuk memulai kontribusi. Malah saat ini, ketika Anda masih sebagai mahasiswa, merupakan kesempatan emas untuk belajar, mencoba sesuatu yang baru, serta memberikan pengaruh meskipun kecil sekali. Perasaan bimbang itu wajar, tetapi jangan biarkan ia menjadi dalih agar tidak memulai. Dunia sangat membutuhkan pemuda-pemudi yang peduli dan berani bertindak,” begitu intinya. ***